Latar BelakangPermintaan akan pangan khususnya beras (padi) terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk serta perkembangan industri dan pakan. Peningkatan jumlah penduduk yang relatif tinggi menuntut peningkatan produksi, minimal setara dengan kenaikan jumlah penduduk. Kekurangan akan beras dapat mengakibatkan instabilitas nasional (Deptan 1992). Dengan meningkatnya permintaan, tentunya harus diimbangi dengan peningkatan kemampuan penyediaan produksi (supply) oleh produsen. Dalam hal ini pelaku usahatani padi adalah petani. Kabupaten Bungo dengah jumlah penduduk 270.337 jiwa (data akhir 2006) membutuhkan beras sebanyak 32.440.440 kg atau 32.440 ton per tahun. Sementara produksi padi yang dapat dihasilkan atau dicapai sebanyak 26.053 ton gabah kering giling (GKG) atau + 16.465.496 ton beras dengan luas areal panen 7640 Ha (Data Dinas Pertanian 2007). Data tersebut menggambarkan kebutuhan beras untuk Kabupaten bungo mengalami devisit sebanyak 15.947,504 ton. Karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan produksi dengan langkah – langkah dan strategi yang tepat. Dalam upaya mendorong peningkatan produksi beras (padi), dan menjamin stabilitas harga, serta peningkatan pendapatan petani, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penerapan harga gabah dan beras dalam bentuk Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Harga Dasar Gabah (HDG). Dalam realita kehidupan sehari –hari, umumnya petani padi hidup dalam jeratan lingkaran kemiskinan. Ekspektasi pelaku usahatani padi, jelaslah dengan spesifikasi aktifitas usahatani padi yang ditekuninya mampu meningkatkan pendapatan, terpenuhinya kebutuhan pokok sehari – hari, dapat hidup layak ditengah – tengah masyarakat dan hidup lebih sejahtera, serta keluar dari jeratan lingkaran kemiskinan. Revitalisasi pertanian yang telah dicanangkan oleh Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, pada hakekatnya merupakan sebuah proses memunculkan semangat baru dan menggalang komitmen semua unsur pemangku kepentingan untuk membangun kembali pertanian, sehingga dapat menggerakan laju pertumbuhan perekonomian masyarakat, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Persoalannya adalah faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pendapatan pelaku usahatani padi? Apakah dengan revitalisasi pertanian dapat menjawab harapan pelaku usahatani padi untuk meningkatkan pendapatannya? Dan apa langkah – langkah yang harus dilakukan dalam meningkatkan pendapatan pelaku usahatani padi? Tulisan ini setidak – tidaknya akan dapat memberikan gambaran dilemma yang dihadapi pelaku usahatani padi dan harapan ke depan untuk pengembangan usahatani padi. II. Analisa Pendapat Usaha Tani Padi
Pendapatan merupakan selisih dari nilai produksi dengan biaya prooduksi. Hasil akhir yang diharapkan oleh pelaku usahatani padi adalah meningkatnya pendapatan melalui peningkatan produksi dan produktivitas. Pendapatan hasil usahatani padi sangat ditentukan oleh harga dari produk yang dihasilkan.
I. Faktor – faktor yang mempengaruhi Tingkat Pendapatan Usaha tani PadiSebagai produsen, petani berupaya dengan faktor – faktor produksi (tanah, modal, tenaga kerja, teknologi dan informasi) yang ada padanya dapat menghasilkan produksi padi sebanyak – banyaknya dan mendatangkan keuntungan yang sebesar – besarnya. Namun dalam upaya meningkatkan produksi, para petani dibatasi dengan jenis dan jumlah faktor – faktor produksi yang tersedia. Kondisi ini menjadi bahan pertimbangan bagi petani dalam mengambil keputusan mengatur jumlah dan kapasitas produksi yang harus dihasilkan agar keuntungan yang diperoleh maksimal. Tinggi rendahnya pendapatan yang diperoleh petani, ditentukan oleh tinggi rendahnya produksi dan produktivitas yang dicapai. Antara produksi dan pendapatan memiliki hubungan yang linier. Semakin tinggi produksi dan produktivitas yang dicapai, maka semakin tinggi pendapatan yang diperoleh petani. Tingginya pendapatan yang diperolah petani akan mempengaruhi motivasi petani untuk mau meningkatkan produksi. Sementara besarnya pendapatan yang diperolah petani akan ditentukan oleh faktor – faktor diantaranya harga produk itu sendiri, harga biaya produksi, harga faktor produksi dan kebijakan pemerintah. A. Harga Produksi itu SendiriHarga adalah sejumlah uang yang dikenakan atas suatu produk atau jasa. Harga merupakan satu – satunya unsur bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan. Jika suatu harga barang naik, maka produsen cendrung akan menambah jumlah barang yang akan dihasilkan. Hal ini akan membawa kita ke hukum penawaran yang menjelaskan hubungan antara harga suatu barang dengan jmlah barang tersebut yang ditawarkan. Hukum penawaran menyatakan “semakin tinggi harga suatu barang, dimana semua faktor – faktor yang mempengaruhi dianggap tetap , maka semakin banyak jumlah barang tersebut yang ingin ditawarkan oleh penjual , atau sebaliknya” B. Harga Biaya ProduksiKenaikan harga input sebenarnya juga menyebabkan kenaikan biaya produksi. Dengan demikian, bila biaya produksi meningkat (apakah dikarenakan kenaikan harga faktor produksi atau penyebab lainnya), akan mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diperoleh petani. Kondisi ini dapat menyebabkan petani (produsen) akan mengurangi skala usahanya, hasil produksinya bahkan juga sampai menghentikan usahanya. Biaya input yang dalam proses produksi padi sawah seperti yang terdapat pada tabel analisa pendapatan, menunjukan nilai biaya input yang cukup tinggi, sementara produksi yang dicapai tergolong rendah. Sehingga akan berdampak pada perolehan pendapatan yang rendah. C. Harga Faktor ProduksiSecara garis besar, paling tidak ada empat kelompok faktor produksi dalam usahatani padi yang memerlukan pengorbanan langsung dari petani, yaitu : tanah, tenaga kerja, teknologi dan modal. a. TanahDalam usahatani, khususnya usahatani padi, kepemilikan lahan atau luas garapan pengelolaan lahan merupakan salah satu faktor produksi yang turut menentukan tingkat produktivitas, produksi dan pendapatan. Hal ini karena mempengaruhi pada peningkatan kemampuan penyediaan produksi (supply) melalui peningkatan sasaran luas tanam, dan panen. Di Kabupaten Bungo, sebagian besar tanah yang digunakan oleh pelaku usahatani padi merupakan tanah warisan. Dalam penggunaan atau proses penggarapan masih mengikuti adat setempat, dengan sistem giliran dalam anggota keluarga turunannya. Disamping pengelolaan secara bergiliran, umumnya produktivitas padi di Kabupaten Bungo ditopang oleh sebagian besar petani yang mengusahakan lahan yang relatif sempit. Lahan garapannya tidak memenuhi skala ekonomi, rata – rata dibawah 0,50 ha. Pemilikan dan pengusahaan lahan yang relatif sempit tersebut menyulitkan upaya peningkatan produktifitas dan pendapatan petani sehingga semakin rendah nilai bagi petani padi. b. Tenaga KerjaDidalam pertanian, tenaga kerja dapat dikatakan faktor produksi kedua setelah tanah. Kebutuhan akan tenaga kerja sangat tergantung pada jenis tanaman yang diusahakan. Dalam usahatani pertanian rakyat seperti padi di pedesaan, sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas suami, isteri dan anak – anaknya. Namun kadang kala mereka juga membutuhkan tenaga kerja tambahan. Secara ekonomi, semua tenaga kerja yang dicurahkan dalam kegiatan usahatani, dihitung atau dinilai dengan uang. Saat sekaranag ketersediaan tenaga kerja boleh dikatakan langka, sehingga tingkat upahnya menjadi mahal. Tabel analisa pendapatan tersebut diatas memperlihat penghitungan biaya tenaga kerja dalam usahatani padi. c. Teknologi ProduksiKemajuan teknologi merupakan implikasi dari kemajuan ilmu pengetahuan. Penggunaan teknologi berakibat kepada pengorbanan atas biaya produksi sebagai dampak peningkatan produktivitas. Namun kemajuan teknologi menyebabkan penurunan biaya produksi, seperti penggunaan mekanisme pertanian pada usahatani padi. Dalam hubungannya dengan pelaksanaan usahatani padi oleh petani di Kabupaten Bungo, rata – rata mereka sudah menerapkan teknologi anjuran, baik teknologi dalam mekanisasi maupun teknologi sapta usahatani pertanian, namun masih sangat terbatas. Peningkatan kemampuan teknik bercocok tanam, penggunaan benih unggul, pemakaian pupuk, pengendalian hama penyakit, serta pengairan, dengan bantuan penyuluhan sudah tergolong berhasil dilakukan oleh penyuluh. Akan tetapi pembinanan kompetensi petani sebagai pelaku bisnis yang handal masih diperlukan kerja keras dari stkeholder yang terkait. d. ModalDalam proses produksi, sebagai bagian dari faktor produksi, modal memegang peranan yang sangat dominan. Dalam pengertian ekonomis, modal adalah barang atau uang yang bersama – sama faktor produksi lainnya menghasilkan barang baru, dalam hal ini hasil pertanian yaitu padi. Modal dilihat dari dari segi pemilikan, bisa dibagi dua yaitu modal sendiri (capital equity) dan modal pinjaman (kredit). Antara modal sendiri dan modal pinjaman tidak berbeda dalam proses produksi, karena sama – sama menyumbang langsung pada proses produksi. Bedanya pada bunga modal yang dipinjam harus dibayar pada kreditor. Pada umumnya pelaku usahahtani padi di Kabupaten Bungo, kemampuan permodalan untuk membiayai proses produksi secara mandiri masih sangat terbatas. D. Kebijakan PemerintahKebijakan Pemerintah dapat mempengaruhi kemampuan produksi padi oleh petani. Pemerintah terus berupaya mengamankan dan menjaga stabilitas harga gabah dan beras. Terhitung mulai tanggal 1 April 2007, melalui Instruksi Presiden RI, Pemerintah memberlakukan penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap Gabah Kering Panen (GKP) dalam negeri sebesar Rp. 2.000,- / kg di penggilingan dan gabah kering giling Rp. 2.575,-/kg di penyimpanan. Kebijakan penetapan harga pembelian pemerintah ini diharapkan disamping untuk menjaga stabilitas harga, juga diharapkan dapat mendorong peningkatan produksi beras (padi) dan menjamin peningkatan pendapatan petani. Namun harapan ini belum dapat melegakan hati petani karena tingkat harga yang ditetapkan belum dapat meningkatkan pendapatan petani padi. II. Ekspektasi Pelaku Usaha Tani dalam Meningkatkan PendapatanDi Kabupaten Bungo, beras merupakan makanan utama. Karena itu beras menjadi komoditas strategis dan politis. Kekurangan akan beras dapat menciptakan stabilitas. Oleh sebab itu campur tangan semua pihak yang terkait dalam perberasan sangat penting, karena dapat mempengaruhi kemampuan produksi padi oleh petani. Instruksi Presiden RI tentang perberasan telah memberlakukan penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap Gabah Kering Panen (GKP) dalam negeri sebesar Rp. 2.000,-/kg di penggilingan dan Gabah Kering Giling (GKG) sebesar Rp. 2.575,-/kg di penyimpanan. Sepertinya belum menguntungkan petani padi dan belum dapat memotivasi pelaku usahatani padi untuk meningkatkan penyediaan produksi beras padi. Harapan dimasa datang dititikberatkan pada harga, karena harga mempengaruhi kemauan produsen atau petani untuk menaikan produksinya. Yang jelas harga yang tinggi akan memotivasi petani untuk meningkatkan produksinya. Hal yang mendesak perlu diupayakan adalah bagaimana devisit penyediaan beras di Kabupaten Bungo bisa terpenuhi oleh produksi petani Bungo sendiri. Salah satu upaya diarahkan pada peningkatan kemampuan penyediaan produksi melalui peningkatan sasaran luas panen, produktivitas dan produksi yang dimotivasi dengan menaikan harga gabah dan beras ditingkatkan pada harga yang layak. Layaknya harga gabah untuk meghidupi anggota keluarag 4 atau 5 orang minimal Rp.3.500,-/kg GKP. III. Revitalisasi Pertanian di Kabupaten BungoLangkah yang harus dilakukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani di Kabupaten Bungo adalah dengan melakukan revitalisasi pertanian khususnya usahatani padi. Secara etimologis, revitalisasi memiliki tiga suku kata , yakni “re” yang berarti kembali, “vital” berasal dari bahasa Yunani, yakni “vitae” yang berarti hidup dan ”sasi” yang berarti proses. Oleh karena itu, revitalisasi dapat diartikan proses menumbuhkan kembali. Sedangkan pertanian berarti seluruh kegiatan yang meliputi usaha uasaha tani, agroindustri, pemasaran dan jasa penunjang pengelolaan sumberdaya alam hayati dalam agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan, dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja dan manajemen untuk mendapatkan manfaat sebesar – besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa revitalisasi pertanian adalah proses menumbuhkan kembali seluruh kegiatan dibidang pertanian khususnya disini padi. Pengembangan budidaya usahatani padi pada masa kini dan ke depan bukanlah mengulang kembali secara tekstual yang pernah dicapai pada masa lalu. Akan tetapi secara kontekstual menghidupkan kembali nilai – nilai usahatani padi dan makna dari sebutir beras yang dapat memberi makan masyarakat yang saat ini nyaris ditinggalkan oleh sebahagian masyarakat tani kita dan beralih ke usahatani lainnya. Namun ditinjau dari sisi bisnis, tidak bisa dipungkiri, pelaku usahatani padi dihadapkan pada problema yang cukup kompleks. Persoalan yang amat mendasar diantaranya adalah : Pertama : nilai tawar atau nilai jual produk yang masih terlalu rendah yang mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diperoleh ; Kedua : biaya produksi yang relatif tinggi ; Ketiga : pengelolaan lahan yang relatif sempit ; Keempat : sarana dan prasarana yang masih relatif terbatas ; Kelima : tingkat kualitas SDM pelaku usahatani padi yang belum siap menghadapi tantangan. Kalau kita berkaca pada jati diri, alangkah ironisnya sebuah daerah pertanian, tetapi pemenuhan kebutuhan beras untuk masyarakat harus didatangkan dari daerah lain. Karena itu perlu adanya upaya menghentikan dengan meningkatkan produksi dan produktivitas. Untuk itu langkah dan agenda revitalisasi pertanian dalam arti sempit, usahatani padi harus dilakukan secara sinergis dan melembaga dengan berbagai stakeholders yang terkait. Revitalisasi pertanian diharapkan dapat memberikan pencerahan baru, naiknya nilai tawar petani padi kita dengan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Tentunya dengan keberpihakan semua stakeholder yang terkait dan mengimplementasikan semua harapan yang dapat membawa pada perbaikan. Sehubungan dengan hal tersebut, bertolak dari tekad yang tinggi untuk meningkatkan produksi dan pendapatan pelaku usahatani padi, ada beberapa langkah yang harus dilakukan : 1. Mengusulkan kepada Pemerintah Pusat untuk menaikan HPP dan HDG atau dengan memberikan subsidi harga oleh Pemerintah Daerah hingga mencapai tingkat harga yang layak yakni Rp. 3.500,-/kg.; 2. Peningkatan sasaran luas tanam, melalui intensifikasi, ekstensifikasi, Indeks Pertanaman (IP) menjadi 200-300, penerapan teknologi pengelolaan tanaman terpadu dan pengembangan varietas padi hibrida; 3. Melakukan percobaan – percobaan untuk menghasilkan paket teknologi pemupukan dan varietas yang spsesifik lokasi sehingga mendapatkan rekomendasi varietas dan pemupukan yang spesifik lokasi; 4. Penyediaan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan pengembangan usahatani padi; 5. Optimalisasi kegiatan penyuluhan; 6. Penataan kembali tenaga kerja yang memiliki kompetensi, dedikasi dan integritas tinggi untuk membangun pertanian.
Author : Edwar Syam, SP, MM (Dinas Pertanian Kab.Bungo)
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.