Senin, 16 April 2012

teori Lokasi Industri

Teori Lokasi



Dalam bidang ekonomi klasik, pembicaraan tentang teori lokasi melibatkan pemikiran para ahli adalah:

Sir William Petty
, 1962: Perbedaan sewa tanah karena lokasi. Hal ini disebabkan jarak terhadap pusat-pusat kegiatan yang dapat menimbulkan biaya-biaya
Richard Cantilion, 1730: Menjelaskan bahwa bukan hanya lokasi tetapi teori pasar untuk kota-kota yang telah berkembang ajibat kemajuan ekonomi. Dari pasar yang tidak teratur menjadi pasar tetap yang terencana.



Hal tersebut diatas belum menjelaskan secara rinci masalah lokasi yang menyangkut potensi-potensinya melainkan aspek ekonomi saja.

Adam Smith
, 1776. Menjelaskan perbedaan antara kota dan pedesaan yang berkaitan dengan fasilitas-fasilitas serta penyediaan bahan antara keduanya.
Ricardo, 1817. Menjelaskan secara nyata pengaruh lokasi terhadap sewa tanah. Hal ini menyangkut jarak ataupun potensi serta geografis dari tanah tersebut.
Von Thunen, 1826. Mengembangkan teori Ricardo menjadi lebih spesifik, yaitu mengembangkan hubungan antara perbedaan lokasi pada tata ruang (spatial location) dan pola penggunaan lahan. Intinya adalah lokasi yang dimaksud spesialisasi pertanian termasuk transportasi. Hal ini menyangkut penggunaan tanah dan pengangkutan bahan ke pasar.
I.S. Mill, 1839. Melanjutkan teori lokasi diatas, dikemukakan bahwa tanah-tanah nonpertanian dapat menghasilkan sewa tanah, hal ini diukur dari perbedaan pengasilan disuatu lokasi yang dianggap tepat dan lokasi lain yang kurang tepat. Hal ini dimungkinkan oleh factor jarak dan jenis tanah dan lainnya.
A. Weber, 1909. Memberikan perhatian atas biaya-biaya transportasi merupakan factor utama yang telah dikemukakan Von Thunen dan membukakan gejala terjadinya Aglomerasi industri dimana, terkumpulnya beberapa industri yang saling menunjang.
H. Hotelling, 1929. Melanjutkan teori terjadinya Aglomerasi seperti halnya Weber, demikian pula teori T. Palender, 1939 dan E. Hoover, 1948 adalah memperluas dalam mengkaji pemikiran-pemikiran dari Weber.
W. Isaard, 1956. Lebih mengembangkan teori Weber yang dikenal sebagai yang pertama merumuskan dasar-dasar analisis lokasi utamanya daerah pasar. Menekankan pentingnya kedudukan pusat-pusat urban tingkat nasional (Metropolis) dalam kaitannya dengan Aglomerasi industri serta mengembangkan gejala ekonomis, skala ekonomis dan penghematan sebagai akibat pengaruh lokasi



Þ Analisis klasik dalam perdagangan internasional juga telah menyinggung implikasi lokasi , seperti adanya penekanan pembagian kerja secara territorial, seperti:

Robert Torrens, 1908. Menyatakan bahwa jarak dapat membatasi mobilitas, dengan anggapan bahwa factor produksi tidak mobil (immobile factors) dalam perdagangan internasional, sedangkan perdagangan dalam negeri dapat bergerak bebas
J.E. Cairnes, 1874. Menekankan secara khusus perbedaan antara perdagangan tanpa mobilitas dan perdagangan mobilitas
W.J. Really, 1929. Mengukur kekuatan daya tarik gravitasi dari pusat perdagangan dengan mengemukakan hukum gravitasi tentang wilayah pemasaran bahwa : arus perdgangan antara dua kota adalah proporsional terhadap jumlah penduduknya.

Þ Kelemahan teori ekonomi klasik tentang lokasi adalah analisisnya yang tidak sempurna karena tidak memasukkan unsure jarak, biaya transport dan lokasi produksi. Perhatiannya lebih ditujukan kepada komoditi apa yang diproduksi, bagaimana diproduksi dan untuk siapa barang diproduksi.



Teori Tambahan:

Von Thunen, 1826. Mengemukakan bahwa semakin letaknya terhadap pasar atau pusat kota maka semakin tinggi pula sewa tanah dan semakin berkurang biaya transport. Berdasarkan hal ini, menyusun suatu hipotesis kawasan kosentrik dari beberapa tata guna tanah berdasarkan pada tingkat biaya transport, harga relative produksi dan factor-faktor tertentu.

Alfred Weber, 1909. Mengembangkan teori terjadinya Aglomerasi dariu konsep tentang berat lokasional dan isodopan kritis. Berat lokasional artinya berat total barang mentah dan hasil produksi sedangkan isodopan kritis adalah daerah dimana lokasi produksi efisien dibandingkan biaya transport minimum. Kecenderungan tempat optimal adalah apabila lokasi besar maka industri mendekati bahan dan lokasi kecil apabila mendekati pasar.

Walter Christaller, 1933. MEngemukakan tentang teori tempat sentral/pusat (central places) yang intinya adalah menjelaskan tentang evolusi hirarki perkotaan (Urban hierarchy). Model ini dikembangkan dari suatu model berbentuk segi enam heksagonal yang bermula dari wilayah berbentuk lingkaran yang saling bersinggungan dan terakhir berbentuk segi enam. Tiap wilayah heksagonal mempunyai pusat dan besar kecilnya tergantung dari besar kecilnya wilayah heksagonal. Kelemahan dari teori ini adalah sifatnya yang statis, kaku, tidak jelas spesialisasinya/pembagian kerja antara masing-masing pusat dinilai terlalu sederhana karena tidak menjelaskan fenomena yang terjadi akibat pembangunan.

August Losch, 1940, Memperluas teori tepat pusat Christaller, yaitu mengetahkan suatu model keseimbangan spasial wilayah dan mengitrodusir prinsip-rinsip dasar analisis spasial dan menginterpretasikan ekonomi spasial dibawah bentuk dasar persaingan monopolistic. Kelemahan teori Losch adalah asumsi yang sederhana serba unifora (homogen). Kelebihan teori Losch disbanding Christaller adalah karena rintisannya mengenai analisis tata ruang (pada teori Christaller masih statis). Dalam mengemukakan pengertian wilayah ekonomi, pusat produksi sebagai pusat urban serta hirarki pusat-pusat produksi dan pasar. Teori Losch berbeda dengan Von Thunen karena orientasinya, Losch pada kegiatan sekunder dan Von Thunen pada kegiatan pertanian.

Francois Perroux, 1955. Teorinya adalah tempat pusat pertumbuhan (growth pole) merupakan pemberian bentuk konkrit mengenai aglomerasi, bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di segala ruang wilayah, akan tetapi hanya terbatas pada beberapa tempat tertentu dengan variable-variabel yang berbeda intensitasnya. Tata ruang diidentifiasi sebagai suatu medan kekuatan yang didalamnya terdapat kutub-kutub atau pusat-pusat yang mempunyai kekuatan memancarkan pengembangan ke luar serta tarikan ke dalam. Sehingga teori Parroux ini merupakan teori dinamis.

Hirchman, 1958. Adalah penganjur teori pertumbuhan tidak seimbang. Konsepnya, kemajuan-kemajuan dan dorongan-dorongan ke arah perkembangan pada tempat-tempat lain berikutnya. Ia menyadari bahwa intensitas fungsi-fungsi ekonomi tidak sama di semua tempat. Ia memakai istilah titik pertumbuhan (growth point) dan pusat pertumbuhan (growth center) bukan kutub pertumbuhan. Pengaruh polarisasi muncul sebagai akibat kuatnya tarikan-tarikan pusat-pusat pertumbuhan misalnya: Migrasi penduduk kedaerah perkotaan karena berbagai keuntungan. Bilamana tingkat komplementarinya kuat maka terjadi penyebaran pembangunan ke daerah (Trickle down). Sebaliknya terjadi polarisasi bilamana komplementarinya lemah.

Gunar Myrdal, 1957. Merupakan teori pusat pertumbuhan dengan kerangka konsepsi yang sama dengan Hirchman, hanya istilah dalam penekanan yang berbeda. Istilahnya backwash effect dan spread effect yang serupa dengan polarisasi trickle down.

Boudeville, 1961. Teorinya adalah kutub pembangunan yang teralokasikan (juga memperhatikan aspek geografis), dalam hal ini ia mendefinisikan kutub pertumbuhan wilayah adalah seperangkat industri-industri sedang berkembang yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong perkembangan ekonomi wilayah pengaruhnya. Teorinya secara tidak langsung melengkapi kelemahan teori Tempat pusat Christaller dan Losch.

Friedman, 1964. Meninjau ruang lingkup yang luas dengan menempatkan teori wilayah inti (core region). Wilayah inti mempunyai fungsi yang domninan terhadap perkembangan wilayah-wilayah seperti pusat perdagangan, industri. Wilayah inti dikelilingi wilayah pinggiran (periphery regions)

Purnomosidi Hadjisarosa, 1974 – 1981. Mengemukakan “Konsepsi Simpul Jasa Distribusi”. Ia melihat pusat-pusat sebagai simpul jasa distribusi dan arus barang-barang dianggapnya sabagai salah satu gejala ekonomi yang paling menonjol. Kota sebagai simpul karena umumnya merupakan pusat-pusat usaha distribusi. Purnomosidi membagi simpul dalam beberapa tingkatan (ordea0, Orde I tidak dalam subordinasi orde lain tapi membawahi Orde II dan seterusnya Orde III merupakan subordinasi Orde II.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar