Sumber dari Departemen Perindustrian menyebutkan bahwa permasalahan perKOPIan di Indonesia masih seputar pengadaan kualitas bahan baku dan penerapan teknologi pengolahan KOPI itu sendiri. Berhubung perkebunan KOPI di Indonesia masih didominasi oleh perkebunan rakyat, dimana berdasarkan data 2006 mencapai 96% ( 1,21 juta ha dari total 1,26 juta ha), maka masalah pengetahuan penanganan pasca panen masih merupakan kendala yang serius. Petani masih relatif menangani pasca panen secara tradisional. Akibatnya mutu KOPI sebagai bahan baku pada industri pengolahan KOPI relatif rendah, atau paling tidak sulit diharapkan kekonsistenan kualitas. Memang, pada sentra-sentra produksi KOPI tertentu, dimana telah hadir produsen KOPI olahan besar seperti PT Nestle Indonesia di Lampung, penangan KOPI pasca panen relatif lebih baik dan terkendali.
Komposisi jenis tanaman KOPI di Indonesia masih didominasi oleh KOPI robusta (93 persen) dari pada arabika (7%), padahal permintaan KOPI arabika dunia jauh lebih besar dibandingkan KOPI robusta. Demikian pula dari segi harga, harga KOPI arabika jauh lebih mahal dari pada KOPI robusta. Usaha-usaha ke arah diversifikasi tanaman tidaklah mudah, karena terhadang oleh kesesuaian lahan terhadap tanaman KOPI arabika yang hanya sesuai untuk dataran tinggi (di atas 600 meter dari permukaan laut/dpl). Pemaksaan penanaman di dataran rendah hanya mengakibatkan resiko kegagalan yang tinggi akibat serangan penyakit layu yang merupakan musuh alami KOPI arabika di Indonesia. Sedangkan, sejauh ini belum terlihat hasil pengembangan dan penelitian yang signifikan dalam menghasilkan jenis KOPI arabika yang sesuai tumbuh untuk daerah dataran rendah. Ini tentunya tantangan ke depan terhadap daya kratifitas anak-anak bangsa dalam menghasilkan varietas KOPI arabika baru.
Isu teknologi (mesin dan peralatan) produksi biji KOPI mulai dari pengeringan, pengupasan, dan sortasi masih merupakan kendala klasik yang dihadapi oleh usaha industri skala kecil dan menengah. Juga keterbatasan pada penguasaan teknologi proses pada tahap roasting. Tak mengherankan ke depan, kalau industri KOPI skala kecil dan menengah ini pertumbuhannya stagnan atau bahkan makin terpuruk dan gulung tikar, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, karena hantaman persaingan yang tidak seimbang dengan produsen besar dan berskala nasional dan bahkan internasional ekspor), karena didukung oleh teknologi canggih dari Jerman dan teknologi dari Negara-negara maju lainnya.
Dengan kapasitas produksi KOPI bubuk bermerek PT Santos Jaya Abadi saja yang saat ini mencapai 15 ton per jam, sebagaimana telah diulas, jika bekerja dengan 3 shift per hari ( 1 shift = 7 jam) pada total waktu kerja 300 hari per tahun, maka produksi perusahaan ini saja mencapai 80 persen atau 103.950 ton) dari total produksi seluruh KOPI bubuk di Indonesia pada 2008 yang sebesar kurang lebih 130.000 ton.
Demikian pula dengan kapasitas produksi KOPI instan oleh tiga produsen terbesarnya dalam negeri yang mencapai 18.600 ton per tahun. Artinya, jika ketiga produsen ini bekerja dalam kapasitas penuh maka praktis produksi mereka melebihi kebutuhan dalam negeri yang masih berkutat pada kisaran 11.000 ton per tahun.
Isu lainnya di lapangan adalah tingginya biaya transportasi di Indonesia, yang berdampak kepada tingginya harga jual produk KOPI Indonesia, khususnya untuk pemasaran ke luar negeri. Kita misalnya sudah kalah bersaing dengan harga KOPI dari Vietnam pada tingkat kualitas KOPI yang sama.
Produksi KOPI mix ke depan diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan gaya hidup, tren dan kepraktisan yang menyertai konsumsi dari pada KOPI ini. Sayangnya, dampak langsung secara positip pertumbuhan produksi ini terhadap konsumsi KOPI Indonesia relati kecil, karena proporsi KOPI yang relatif kecil dibandingkan dengan content lainnya terutama, gula dan susu.
sumber:
http://binaukm.com/2011/09/isu-dan-permasalahan-dalam-industri-kopi/
Tanggapan/solusi:
Dapat dilihat jika dilihat penyelesaian sebuah masalah perindustrian kopi adalah masalah pengetahuan penanganan pasca panen masih merupakan kendala yang serius. Petani masih relatif menangani pasca panen secara tradisional. Akibatnya mutu KOPI sebagai bahan baku pada industri pengolahan KOPI relatif rendah, atau paling tidak sulit diharapkan kekonsistenan kualitas. Mutu pada sebuah perindustrian sangatlah penting dikarenakan semakin baik mutu maka pendapatan penjualan maka akan semakin besar. Dilihat dari segi tersebut di Indonesia masih minim dari segi prasarana,maka hendak pemerintah tanggap akan segala keluhan dari masalah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar